Petasan
atau mercon. Kata yang sudah tidak asing bagi kita. Dua kata ini merujuk pada sebuah bahan ledakan yang dimasukkan
dalam wadah yang terdiri dari lapisan-lapisan kertas.
Kalau kita
lihat dari sejarahnya, proses penemuan petasan ini sangat menarik, karena berasal
dari ketidaksengajaan. Sekitar abad ke-9, seorang juru masak di negeri Cina
secara tak sengaja mencampur 3 bahan bubuk hitam (black powder) yaitu: belerang
(sulfur), garam peter atau kalium nitrat, dan sebuah arang dari kayu (charcoal)
yang berasal dari dapurnya. Ternyata campuran ketiga bahan itu bersifat mudah
terbakar.
Memang ledakan petasan
tidak se-explosive bom, namun tetap saja berbahaya. Sudah lebih dari
satu dasawarsa, petasan (yang berbahan bakar mesiu dan menimbulkan suara
ledakan) dilarang oleh pemerintah di Indonesia, dan digolongkan sebagai low explosive disaster. Ironisnya,
bermain petasan atau mercon ini seperti sudah menjadi ritual bulan Ramadhan
bagi anak-anak Indonesia.
Well, saya tidak menampik kalau saya juga pernah
bermain petasan sewaktu kecil. Tujuannya? Hanya sekedar fun atau hiburan.
Ya, dulu, saya suka bermain perang-perangan menggunakan petasan.
Memang, permainan ini menjadi sangat seru, kalau kita
bermain dalam 2 tim atau lebih. Tiap-tiap tim bisa menyulut petasannya dan menyerang tim lain (tim lawan)
dengan bola gumpalan kain sambil berlarian dan tertawa ceria.
|
Dua orang anak ini berkata, "Bang, jangan dilaporin polisi, ya," ketika saya mengambil gambar mereka |
|
Anak-anak yang sedang bermain petasan di dekat masjid |
Sampai saat
ini, saya masih sering melihat anak-anak kecil di daerah rumah saya--di kawasan
Palmerah, Kebon Jeruk, Jakarta Barat—bermain petasan. Tapi anak-anak ini seringkali bermain di tengah jalan dekat masjid, bukannya di tempat yang sepi seperti di lapangan. Menurut salah satu di antara mereka, bermain petasan
sangat menyenangkan karena dilakukan bersama-sama. Anak-anak tersebut biasanya
melakukan permainan ini setelah salat tarawih. Namun banyak juga yang
melakukannya ketika orang-orang sedang melaksanakan tarawih di masjid. Tentunya
hal ini sangat mengganggu.
|
Suasana menjelang tarawih di Masjid Jami Al Anwar, Palmerah, Jakarta Barat |
Selain mengganggu, bermain petasan juga bisa
sangat membahayakan.
Dikutip
dari teraspos.com, Harju Pambudi, seorang pelajar SMK
3 Yogyakarta tewas akibat ledakan petasan di Jalan Seyegan-Mlati di Dusun
Mriyan, Desa Margomulyo, Kecamatan Seyegan, Sleman. Saat itu, korban baru
pulang sekolah dengan mengendarai sepeda motor. Begitu sampai di lokasi kejadian,
korban tiba-tiba dilempar benda yang diduga petasan hingga mengakibatkan luka
parah pada bagian tubuhnya. Naas, korban akhirnya meninggal ketika menjalani
perawatan di rumah sakit.
Sungguh
tragis, bukan?
Mencegah kejadian-kejadian
tragis seperti ini, pihak kepolisian marak melakukan penyitaan petasan dan
barang-barang larangan lainnya di bulan Ramadhan tahun ini. Salah satunya
adalah Kepolisian Resor Kota Bandarlampung. Mereka berhasil menyita 32.151
batang petasan dalam sebuah operasi yang diberi nama “Operasi Penyakit
Masyarakat.” (Sumber: teraspos.com ) Tujuan dari operasi yang
berlangsung dari 11 sampai 21 Juli 2013 tersebut adalah menjamin kekhusyukan
umat muslim dalam beribadah di bulan suci Ramadhan.
Menurut saya, operasi
tersebut memang harus dilakukan, mengingat terkadang pemerintah hanya tegas di
sisi konsumen tapi masih sering “ramah” di pihak produsen. Selain itu,
pemerintah harusnya sadar, meskipun dilarang, masih banyak anak-anak yang bisa membeli petasan secara leluasa. Jika sudah begitu, para orangtua juga seharusnya berperan dalam melarang anak-anaknya. Apabila mereka tetap ingin bermain, lakukan sosialisasi tentang tips dan trik bermain petasan agar tidak
menimbulkan bahaya dan mengganggu masyarakat. Misalnya:
- Harus tahu jenis petasan yang dimainkan. Bila memainkan petasan (apalagi
yang bertipe roket--mercon sesdor, misalnya), bermainlah di tempat yang jauh
dari pemukiman karena arah terbang petasan tidak bisa dikendalikan.
- Hindari bermain dekat tempat ibadah atau tempat umum lainnya.
- Bila belum mahir bermain
petasan, gunakan bambu atau tongkat
dengan bara di ujungnya untuk menyulut petasan.
- Jangan menyimpan petasan di
tempat yang berisiko terkena api, atau di dekat bahan-bahan mudah terbakar
lainnya.
Jadi, meskipun petasan atau
mercon seakan sudah menjadi ritual bulan puasa yang sulit untuk dapat dipisahkan,
kita juga harus mengingatkan masyarakat, khususnya anak-anak kecil di sekitar
rumah kita, untuk berhati-hati dalam bermain petasan. Dengan begitu, kita semua
bisa beribadah dengan tenang di bulan suci ini, dan InshaAllah, Ramadhan 1434 H ini
bisa membawa berkah bagi kita semua. Aamiin. (*)
[M.R.A]